Contact Us
Find Our Page
// Instagram
// Follow Us

Selamat Tinggal Hustle Culture, Selamat Datang Radical Stability

Alinear Indonesia
10 November 2025
108
Selamat Tinggal Hustle Culture, Selamat Datang Radical Stability

"Definisi Kesuksesan Baru: Prioritas Utama Anak Muda Kini Bukan Status, Tapi Keseimbangan!"

 
Selama bertahun-tahun, kesuksesan di Indonesia seolah-olah hanya memiliki satu wajah: wajah lelah yang bangga dengan jam lembur hingga larut malam, wajah yang mengagungkan burnout sebagai lencana kehormatan. Inilah Hustle Culture, budaya yang mengajarkan bahwa dedikasi harus diukur dari seberapa banyak waktu pribadi yang dikorbankan di atas meja kerja.
 
Namun, di tengah gemuruh kota yang tak pernah tidur, sebuah pergeseran senyap sedang terjadi. Generasi muda saat ini—khususnya Gen Z dan Milenial Awal—mulai mengangkat bahu, menolak narasi kelelahan itu, dan secara kolektif memilih jalur yang disebut Radical Stability.
 

Photo by Evan Wise on Unsplash
 
Radical Stability adalah sebuah filosofi yang menempatkan kesejahteraan mental dan waktu pribadi di atas ambisi karier yang tak berujung. Ini adalah pilihan sadar untuk menolak perlombaan yang berujung kelelahan dan justru memprioritaskan hidup yang terukur, tenang, dan stabil. Bagi generasi ini, keberanian sejati terletak pada kemampuan untuk menetapkan batasan, mengatakan "tidak" pada tuntutan yang berlebihan, dan memilih pekerjaan yang "biasa" asalkan menjamin keamanan mental dan fisik.
 
Pergeseran ini bermula dari trauma kolektif. Ketika pandemi global melenyapkan batas antara rumah dan kantor, banyak yang menghadapi burnout massal. Kejadian tersebut menjadi pengingat pahit: kesehatan mental adalah aset yang jauh lebih berharga daripada gaji selangit atau titel di kartu nama. Jika generasi sebelumnya melihat lembur sebagai tanda dedikasi, generasi ini justru melihatnya sebagai eksploitasi.
 

Photo by Jeferson Santu on Unsplash
 
Oleh karena itu, fenomena ini termanifestasi dalam pilihan karier yang baru. Alih-alih tergiur oleh janji saham di startup yang menuntut totalitas, banyak profesional muda yang justru memilih posisi yang menawarkan fleksibilitas dan keterjaminan, seperti kerja hybrid atau bahkan pekerjaan di institusi mapan seperti BUMN atau institusi publik yang menjanjikan jam kerja 9-to-5 yang ketat. Mereka memilih stabilitas finansial dan mental yang memungkinkan mereka memiliki waktu untuk self-care, keluarga, dan hobi.
 
Secara filosofis, Radical Stability berjalan beriringan dengan prinsip Slow Living. Jika Hustle Culture mendorong kecepatan tanpa henti dan konsumsi berlebihan, Slow Living justru mengajak untuk melambat, menjadi lebih hadir (present), dan menghargai kualitas di atas kuantitas. Slow Living diterjemahkan melalui beberapa aspek. Pertama, melalui The Art of "Being Present", di mana fokus diberikan pada satu kegiatan, seperti merajut, berkebun, atau memasak dari awal, sebagai meditasi aktif. Kedua, melalui Homebody Economy, di mana investasi difokuskan pada kualitas kenyamanan rumah (nesting), menciptakan ritual seperti Home Cafe atau Slow Cooking. Ketiga, mereka mengadopsi Minimalisme Fungsional, mengurangi konsumsi barang dan berpartisipasi dalam thrifting sebagai aksi yang sadar lingkungan. Dan yang terakhir adalah Conscious Travel, mengganti perjalanan cepat dengan staycation atau Slow Travel yang fokus pada rest and reflection.
 
 
Fenomena ini juga melahirkan Quiet Quitting yang bukan berarti malas, melainkan menetapkan batasan profesional. Mereka bekerja sesuai deskripsi tugas dan kompensasi, tidak lebih dan tidak kurang. Ketika jam lima sore tiba, laptop ditutup, notifikasi kantor dimatikan, dan fokus bergeser total dari output pekerjaan ke input kehidupan pribadi. Pada dasarnya, anak muda Indonesia sedang meredefinisi ulang arti kata "sukses." Keberhasilan bukan lagi tentang capaian vertikal, tetapi capaian horizontal—memiliki hidup yang kaya dan utuh.
 
WRAP-UP!
Radical Stability adalah penemuan kembali otonomi diri, di mana mereka percaya bahwa hidup yang baik adalah hidup yang seimbang, bukan didominasi oleh pekerjaan semata. Mereka adalah generasi yang menuntut lebih dari sekadar gaji. Mereka menuntut hidup.

Videos & Highlights

Editor's Choice