ID | EN

5 Tempat Bersejarah di Glodok yang Wajib Dikunjungi!

Tahukah Anda bahwa ternyata kawasan Glodok, Jakarta Barat, menyimpan sejarah yang panjang? Simak selengkapnya!
Photo source: Ditjen Kebudayaan (Web)
 
Kawasan yang dikenal sebagai Pecinan-nya Jakarta ini dinamakan Glodok karena dulu di daerah ini dikelilingi banyak kicir air yang mengeluarkan bunyi glojok-glojok, hingga akhirnya menginspirasi mengubah nama kawasan tersebut menjadi Glodok. Kawasan yang saat ini menjadi pusat bisnis ternyata dulunya merupakan tempat isolasi bangsa Tionghoa.
 
Sebagai Pecinan, kawasan Glodok tentu lebih banyak dihuni warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan dari mereka menempati bangunan berlantai 2. Biasanya lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan lantai bawah dimanfaatkan sebagai tempat untuk membuka usaha.
 

Photo by Pradamas Gifarry on Unsplash  
 
Jika Anda perhatikan, nama-nama jalan di kawasan Glodok banyak mengandung nilai positif, seperti Kemenangan, Kesehatan, dan Kebahagiaan. Mereka percaya, pemberian nama yang baik, akan mengantarkan mereka ke kehidupan yang lebih baik juga. Beberapa sisa-sisa bangunan tua yang masih terlihat di wilayah ini di antaranya, Rumah Saudagar Tembakau dan sejumlah toko yang sudah berdiri selama ratusan tahun, serta tak ketinggalan Pasar Petak Sembilan.

1. Pasar Petak Sembilan
Perjalanan menjelajahi Glodok bisa Anda mulai di sini, sebuah pasar tradisional dengan nuansa China yang terkenal bernama Petak Sembilan. 
Ada banyak yang unik di sini. Pertama, area di Petak Sembilan terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian kering dan bagian basah. Di bagian basah Anda akan menjumpai pedagang sayur-sayuran, buah-buahan, dan daging. Sedangkan di bagian kering, Anda bisa membeli berbagai jenis kue, permen, dan camilan kering lainnya. Uniknya, di pasar ini juga terdapat penjual yang mungkin tidak akan Anda temui di pasar lain. Seperti pedagang yang menjual daging kodok hingga bulus (kura-kura dengan tempurung lunak).

2. Kelenteng Dharma Bhakti
 
 
Menyusuri Pasar Petak Sembilan, Anda akan dibuat kagum oleh sebuah kelenteng tertua di Jakarta, Kelenteng Dharma Bhakti. Terletak di Jalan Kemenangan III, kelenteng ini didirikan pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen yang dulunya bernama Koan-Im Teng. Kelenteng Dharma Bhakti berada di bawah pengelolaan Kong Koan atau Dewan Tionghoa. Dharma Bhakti sendiri merupakan nama Indonesia-nya, sementara orang Tionghoa masih menyebutnya dengan Jin De Yuan.

3. Gereja Santa Maria De Fatima
 

Photo source: Travel Kompas
 
Selanjutnya, jika Anda melihat sebuah gereja bergaya arsitektur yang khas, itu adalah Gereja Santa Maria De Fatima. Gereja ini dibangun dalam bentuk gedung besar yang dulunya merupakan kediaman seorang pejabat Tionghoa dengan bentuk atap ian boe heng (ekor walet) dan dikawal sepasang shi shi (singa batu).
 
Salah satu keistimewaan dari gereja ini adalah adanya inskripsi dalam bentuk aksara Tionghoa. Di bagian bubung gereja tertera nama daerah asal pemiliknya terdahulu yaitu kabupaten Nan An, keresidenan Quanzhou, provinsi Fujian. Inskripsi lainnya berbunyi "fu shou, kang, ning" yang memiliki arti rezeki, umur panjang, kesehatan dan ketentraman.
 

Photo by anthoni askaria on Unsplash 
 
4. Gang Gloria
Menyeberangi Jalan Pancoran, cobalah menjajaki kawasan Gang Gloria. Gang ini resmi bernama Jalan Pintu Besar Selatan III Nomor 4-6 Pancoran. Di pintu masuknya, Anda akan melihat beberapa pedagang permen dan manisan khas Tionghoa. 
Di Gang Gloria ada banyak pilihan kuliner khas Tionghoa, seperti Sup Pi Oh (sup berbumbu taoco dengan bahan baku terbuat dari labi-labi atau bulus), Soto Betawi, pedagang buah-buahan, Toko Kawi, dan Gloria Foodcourt. Ada salah satu tempat yang harus Anda coba saat berkunjung ke Gloria Foodcourt, yakni Mie Kangkung Si Jangkung.
 

Photo by anthoni askaria on Unsplash  

5. Kopi Es Tak Kie
Bagi pecinta kopi, Kedai Kopi Es Tak Kei adalah tempat yang wajib disambangi di Gang Gloria, Glodok. Selain karena merupakan kedai kopi tua yang sudah ada sejak tahun 1927, di sini juga terdapat satu varian kopi yang tidak akan Anda temukan di coffee shop manapun. Bahkan Joko Widodo sempat berkunjung ke kedai kopi ini saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
 
Nama Tak Kie sendiri berasal dari kata "Tak" yang berarti orang bijaksana, sederhana, dan tidak macam-macam. Sementara kata "Kie" berarti mudah diingat orang. Sehingga Kopi Es Tak Kie berarti kedai kopi sederhana yang menyimpan kebijaksanaan dan mudah diingat orang. Es Kopi Tak Kie merupakan campuran kopi jenis Robusta maupun Arabika yang berasal dari Lampung, Toraja, hingga Sidikalang. Untuk segelas kopi Tak Kie dihargai mulai Rp 15.000 – Rp 17.000. Weekend ini menjelajahi kawasan Glodok sepertinya ide yang bagus.
Scroll To Top