ID | EN

Mengenal Jalan Jaksa yang Menjadi Magnet Turis Asing

Festival Jalan Jaksa yang Digelar Setahun Sekali
 
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta meminta sejumlah kawasan wisata di ibu kota dihidupkan kembali. Salah satunya adalah Jalan Jaksa. Jalan yang terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat ini belakangan dinilai tidak lagi menjadi lokasi wisata favorit bagi wisatawan mancanegara.
 
Meski kini kondisi Jalan Jaksa sudah rapi dan bersih, namun turis asing yang berkunjung ke kawasan ini justru berkurang. Kemungkinan penyebabnya adalah Jalan Jaksa yang dulu terkenal banyak menjajakan berbagai macam jajanan, kini sudah mulai menghilang.
 

Photo by Victor He on Unsplash
 
Tak bisa dipungkiri, Jalan Jaksa menyimpan catatan tentang kehidupan pariwisata di Jakarta. Sejak tahun 1969, kawasan ini sudah dikenal para turis asing sebagai surganya penginapan murah. Seiring dengan berkembangnya Jakarta, Jalan Jaksa yang semula hanyalah gang biasa, kini sudah berada di kawasan pusat ibu kota.
 
Jalan Jaksa mencapai kejayaannya di era 1980-an. Di sini Anda bisa menemukan lebih dari 20 hostel dan beberapa kafe. Jalan ini tak hanya menjadi tempat favorit para turis asing, tetapi juga sudah menjadi markas bagi para kaum ekspatriat di Jakarta. Setelah tahun 1998, orang Indonesia mulai melirik jalan ini sebagai alternatif mencari penginapan murah. Sebelumnya, lokasi ini hampir tidak dilirik sama sekali oleh pengusaha lokal.
 
Saat ini, jumlah hostel yang masih bertahan tersisa 14 saja. Sebagian hostel sudah berpindah tangan ke pemilik modal yang lebih besar. Sejumlah rumah warga dibeli dan dibangun menjadi hotel berbintang.
 

Photo by Victor He on Unsplash
 
Ada pula rumah warga yang sudah beralih menjadi perluasan kantor-kantor di seputar Jalan Kebon Sirih. Sebagian penginapan di dalam gang juga banyak yang beralih menjadi rumah indekos untuk mengakomodasi para pekerja yang berkantor di kawasan Menteng.
 
Banyaknya perubahan yang terjadi pada Jalan Jaksa juga berdampak pada tarif penginapan yang ditawarkan. Sebagai contoh, Wisma Delima yang semula hanya dihargai Rp 40.000,- per orang per malam atau Rp 85.000,- untuk satu kamar per malam (dapat diisi dua orang), sekarang naik menjadi Rp 200.000,- hingga Rp 350.000,-.
 
Sayangnya, perhatian pemerintah daerah untuk Jalan Jaksa masih minim. Meski belakangan mulai muncul festival tahunan Jalan Jaksa, namun festival ini cenderung monoton dengan menampilkan hal yang sifatnya umum.
 
Saat Festival Jalan Jaksa tahun lalu, seorang turis asal Perancis mengaku tertarik terhadap cara pembuatan dodol betawi. Ia tidak tertarik dengan pameran lainnya yang bersifat umum, ia justru menyukai sesuatu yang bersifat lokal. Hal seperti inilah yang seharusnya dikembangkan, di mana para turis dapat mencicipi sajian kuliner, budaya, kreativitas, dan hal lainnya yang bersifat khas Jakarta.
 
Semoga pemerintah daerah segera menemukan solusi untuk menghidupkan kembali era kejayaan Jalan Jaksa.
Scroll To Top